SATU ILMU ATAU SERIBU ILMU

Kisah 1

Darmo paling senang kalau ia mendapatkan amalan dan ijazah wirid dari seorang Kyai. Bahkan ia benar-benar maniak “wirid”. Bukunya ada tiga jilid, semua isinya tulisan tentang wirid, doa, dzikir, macam-macam, sampai soal pelet dan gendam pun ada di catatannya. Buku itu ditenteng kemana-mana, layaknya tukang kredit.

Suatu hari ia ingin pamer pada kawan lamanya yang sudah sekian tahun tidak bertemu,
Kunto, nama kawan itu.
“Kun, bagaimana perkembanganmu, apa kamu sudah punya amalan untuk pegangan hidupmu?”
“Saya nggak punya apa-apa Mo, saya hanya punya satu saja …”
“Lah, amalan kok satu, kurang sempurna Kun. Kalau saya nih…” katanya sambil menyodorkan tiga buku catatan amalan itu.
“Kamu mestinya jadi sarjana Mo..”
“Wah saya sudah S 7. Mestinya sudah lebih professor soal amalan…”
Kunto hanya senyum-senyum saja.
“Jadi kamu sudah bisa apa saja Mo?”
“Jangankan samurai, peluru pun sudah nggak mempan. Orang sekampung juga sudah mulai tahu kedigdayaanku ini…”
“Sakti donk kamu?”
“Begitulah…”
“Sesakti-sakti kamu, kalau ketemu isterimu kamu juga sudah takut bukan main….”
“Kok tahu kamu?”
“Tau saja. Apa artinya kesaktianmu….kalau begitu”
“Bukan itu Kun. Wirid saya juga lengkap. Semua kalau diamalkan kita menjadi paling sempurna. Ibarat bumbu paling lengkap punyaku. Tapi kalau kamu kan Cuma satu….”
“Lha iya. Kalau kamu mau masak, semua bumbu kamu masukkan dalam masakan, jadinya rasa apa Mo…”
Darmo agak kebingungan. “Iya..ya….Rasa apa ya? Tapi kan paling top kita…”
“Top apanya, paling –paling malah dibuang semua, karena rasanya bukan masakan lezat, malah jadi kayak jamu…mendem…siapa mau makan?”
Darmo memandangi begitu lama tiga catatan bukunya tak berkedip.
“Kalau kamu Cuma satu, itu amalan apa?”
“Akh sederhana. Satu itu kan Gusti Allah, tauhid…udah..”
Darmo memandangi wajah Kunto dalam-dalam. Ia bergegas memasukkan buku catatannya dalam tasnya. Ia tampak gelisah bukan main. Wajahnya pucat.
“Kun, kapan-kapan aku kesini lagi….”
“Pintu terbuka untukmu kawan. Syukur-syukur kamu sudah jadi dukun…”
(sufinews.com)

Kisah 2
Alkisah dahulu di jaman wali songo, ada seorang yang dianggap sakti karena pernah terlihat berjalan diatas air dan bisa hadir di tempat manapun dalam sekejap. Padahal orang itu hanyalah seorang tukang sapu awal mulanya dan dia mengabdikan dirinya menjadi pembantu rumah tangga pada seorang Wali dia diajarkan dua Asmak oleh Wali tersebut yang bunyinya ialah Yaa Hayyu Yaa Qayyuumu.

Namun karena dialek daerahnya, dan susahnya lidah mengucapkannya maka dalam pengamalannya dia mengucapkan : ya kayuku ya kayumu. namun karena keyakinannya dan kepatuhannya yang luar biasa terhadap ajaran Islam. Maka Allah kemudian memberikan anugerah Khawariqun lil `adah (suatu kelebihan diluar kebiasaan). sehingga kemudian, banyaklah orang awam yg memaksa berguru kepadanya dan iapun tak merahasiakan amalannya dan ikhlas menyampaikan yang ia tahu. Lalu semakin ramailah masyarakat yg mengamalkan bacaan tersebut yakni "ya kayuku ya kayumu" dan tanpa kecuali pada masa itu terjadilah banyak keajaiban bagi si pengamalnya.

Sehingga sampailah berita heboh ini kepada para Wali dan memutuskan untuk mengadakan rapat darurat di Masjid Agung Demak. Demi untuk meluruskan kembali dialek pengucapan kedaerahan dalam membaca AsmakNya dan Al Quran yang dikuatirkan akan menimbulkan masalah dikemudian hari maka diputuskanlah atas penyebab pelafazan yg berasal dari lidah yg sukar untuk mengucapkan lafaz dalam bahasa Arab sehingga dibuatlah sebuah "gentong khusus" yg diisi dengan air hujan lalu didoakan beramai-ramai oleh para Wali. kemudian masyarakat dipersilahkan untuk minum air barokah dari gentong tersebut sehingga setelahnya, siapapun yang minum air barokah tersebut niscaya ia mendapati dirinya telah lancar dalam membaca huruf arab lancar mengajinya tidak blekak-blekok tersendat-sendat ga karuan menjadilah fasih ia dalam mengaji dan pelafazannya.

Kisah3
Alkisah, ada seorang ustadz sedang mengajar anak-anak belajar huruf hijaiyah, kemudian datanglah seorang rahib (sufi) dalam pengembaraannya dan mendekati, dia bilang: "Ustadz, saya ingin belajar seperti yang tengah ustadz ajarkan kepada anak-anak". Sang ustadz berfikir, masa orang setua dia minta diajarkan huruf hijaiyah spt anak TK. akan tetapi karena ustadz memiliki hati yg baik dan tidak mengecewakan, maka diterimalh rahib (sufi) itu untuk ikut belajar, dan ustadz itu mengajarkan layaknya dia mengajar anak-anak yg lain. dan untuk hari itu, rahib diajarkan huruf alif . Setelah itu rahib (sufi) pamit untuk pergi, dan akan kembali esok hari untuk melanjutkan pelajarannya. sang ustadz menungu, ternyata tidak datang, sebulan, dua bulan, sampai satu tahun rahib (sufi) itu tak kunjung datang, hingga sang ustadz melupakannya. suatu hari, datanglah rahib itu, dan meminta untuk diajarkan huruf yang lain. kata ustadz: "Anda sudah ketinggalan sangat jauh tuan, tapi tak apa, sekarang cobalah praktekkan apa yang telah anda pelajari dahulu". karena rahib itu dahulu diajarkan huruf alif, maka diapun menuliskan huruf alif di sebuah tembok, begitu huruf alif tertuliskan, tembok itu kemudian roboh, karena tak mampu menanggung beban isi dari huruf alif itu.(www.kaskus.us/showthread.php?t=4159359&page=2)

Hikmah :
Efektifitas sebuah ilmu bathiniah bukanlah pada banyaknya ilmu yang dikuasai, akan tetapi pada tingkat level spektrum energi yang di aksesnya. Tembok yang tak mampu menahan getaran dan beban berat dari isi huruf alif menyimbolkan bahwa begitu banyak hikmah yang terkandung dalam hanya satu huruf alif.

Untuk mempelajari satu huru alif saja, seseorang yang setingkat sufi membutuhkan waktu yang tidak sedikit (1 tahun) untuk bisa benar-benar menguasainya. Penguasaan terhadap huruf  hijaiyah ternyata tidak hanya sebatas syari'at saja. syari'at dan hakikat bukanlah hal yang terpisah. syari'at dan hakikat adalah dua hal yang tak bisa terpisahkan, syari'at bukanlah batas, dan hakikat bukanlah akhir. jadi keliru jika mengatakan batas pada tataran syari'at atau hakikat sebagai akhirnya. Dalam futuhaturrabbaniyyah dikatakan: bahwa seseorang yang ingin memperoleh derajat yang tinggi di sisi Tuhan, harus lah melakukan apa yang tersurat dan tersirat di dalam ajaran-Nya

Dalam hadits qudsi dinyatakan:
"Jika seseorang yang bersungguh-sungguh mendekatiku dan mencitaiku (allah) maka akupun akan mencintainya, sehingga aku yang akan menjadi mulutnya jika dia berkata, aku menjadi tangannya jika dia berbuat, dan aku akan menjadi kakinya jika dia berjalan" (aku=Allah SWT).

Kesimpulan :
Allah itu maha suci dan hanya bisa dicapai dengan hati yang suci pula, Oleh karena itu hati yang penuh berisi hawa nafsu dan ambisi tidak akan bisa mengakses kekuatan yang berasal dari Yang Maha Suci dengan sempurna. Semakin kotor dan gelap hati manusia, maka energi yang di aksesnyapun semakin terbatas.
Yang menjadi kunci di sini adalah kondisi bathin manusianya, dan bukan pada amalannya.

Jadi dengan semakin meningkatnya kesucian bathin dan kesadaran manusia, maka pancaran Nur Ilahiah yang dapat di aksesnya akan semakin meningkat intensitasnya. Oleh karena itu di dalam menuntut ilmu Niatnya harus Ikhlas semata karena mencari ridlo Tuhan, dan Hadap hatinya hanya kepada Tuhan Penguasa Alam Semesta. Walaupun cuma satu huruf  namun bila merasa cukup dan dihayati hakikatnya, maka hasilnya adalah tanpa batas. Karena energi yang di aksesnya berasal langsung dari Kekuatan Tuhan Yang tanpa batas.

Yang berniat mencari kesaktian, kekuatan, khodam, dll. malah mendapatkan kekuatan yang terbatas, walaupun amalannya ada seribu macam. Namun yang ikhlas semata karena Allah malah mendapat kekuatan yang tanpa batas, walau amalannya cuma satu macam.

Kunci Ilmu : NIAT, HADAP, ADAB, & IKHLAS.
SATU ILMU ATAU SERIBU ILMU SATU ILMU ATAU SERIBU ILMU Reviewed by Edi Sugianto on 06.20 Rating: 5

Tidak ada komentar:


kelas Gendam Online
Diberdayakan oleh Blogger.