Rumus Sukses : Give & Learn
“Giving is Rich”
Rasulullah bersabda :
Tiap muslim wajib bersodaqoh.
Para sahabat bertanya, “Bagaimana kalau dia tidak memiliki sesuatu?”
Nabi Saw menjawab, “Bekerja dengan ketrampilan tangannya untuk kemanfaatan bagi dirinya lalu bersodaqoh.”
Mereka bertanya lagi."Bagaimana kalau dia tidak mampu? ”
Nabi menjawab: “Menolong orang yang membutuhkan yang sedang teraniaya”
Mereka bertanya: “Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?”
Nabi menjawab: “Menyuruh berbuat ma’ruf (Kebajikan).”
Mereka bertanya: “Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?”
Nabi Saw menjawab, “Mencegah diri dari berbuat kejahatan itulah sodaqoh.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Anda tidak perlu menunggu sampai Anda kaya untuk bisa memberi sesuatu kepada oranng lain. Memberi tidak harus dalam bentuk uang. Jika Anda tidak punya uang, Anda bisa member dalam bentuk waktu, pikiran, ide dan masih banyak yang lain. “Untuk menjadi sukses, tidak ada cara yang lebih baik daripada membantu orang lain untuk menjadi sukses."
Jadilah malaikat, jangan jadi ‘tuyul’
Tahukah Anda makhluk yang disebut ‘tuyul’?
Tuyul adalah makhluk yang konon wujudnya seprti seorang anak kecil dengan kepala gundul yang pekerjaannya adalah mencuri uang. Saya menggunakan istilah ‘tuyul’ untuk menggambarkan sosok orang yang selalu berpikir “Apa yang bisa saya dapatkan dari orang lain?” Selalu berpikir tentang diri sendiri dan selalu berpikir apa yang bisa diambil dari orang lain.
Malaikat adalah istilah yang saya gunakan untuk menggambarkan sosok orang yang selalu berpikir memberi, memberi dan memberi. Dia tidak berpikir apa yang bisa dia dapatkan dari orang lain melainkan apa yang bisa dia berikan kepada orang lain.
Rasulullah bersabda :
"Barangsiapa ingin doanya terkabul dan dibebaskan dari kesulitannya hendaklah dia mengatasi (menyelesaikan) kesulitan orang lain." (HR. Ahmad)
"Turunkanlah (datangkanlah) rezekimu (dari Allah) dengan mengeluarkan sodaqoh." (HR. Al-Baihaqi)
"Allah mengkhususkan pemberian kenikmatanNya kepada kaum-kaum tertentu untuk kemaslahatan umat manusia. Apabila mereka membelanjakannya (menggunakannya) untuk kepentingan manusia maka Allah akan melestarikannya namun bila tidak, maka Allah akan mencabut kenikmatan itu dan menyerahkannya kepada orang lain." (HR. Ath-Thabrani dan Abu Dawud)
Oleh: Putu Adnyana
[www.pembelajar.com]
Para pakar dan peneliti perilaku manusia menyatakan bahwa 77% dari apa yang kita pikirkan bersifat negatif, kontraproduktif, dan melawan diri kita sendiri. Akibatnya banyak penyakit yang diderita oleh manusia berasal dari kondisi pikiran negatif.
Menjadi pribadi sukses merupakan dambaan setiap manusia, meskipun tidak setiap orang mampu mewujudkannya. Salah satu perjuangan secara intelektual untuk meraihnya adalah dengan mengikuti seminar, membaca buku-buku dahsyat, mendengarkan kaset/CD, menonton DVD, hingga mencari mentor pribadi. Saat ini tidak sedikit program-program seminar yang ditawarkan tentang bagaimana cara cepat meraih kesuksesan dengan menyajikan topik- topik seperti pengembangan pribadi, pengelolaan keuangan, rahasia agar tahan banting menghadapi segala macam krisis yang terjadi belakangan ini sehingga mampu eksis menghadapi ancaman yang ada, bahkan cerdik menangkap peluang bila perlu. Tema-tema tersebut sangat menggugah karena berupaya menawakarkan angin perubahan kualitas hidup seusai mengikutinya. Apalagi narasumbernya adalah tokoh yang karismatik dan pebisnis sukses di bidangnya.
Tayangan video serta ilustrasi musik yang pas membuat isi tema semakin menarik. Saking mantapnya, kita dibuat begitu yakin bahwa setelah keluar dari ruangan seminar, apa yang menjadi obsesi kita selama ini, target penjualan yang sebelumnya terasa bagai bumi dan langit menjadi semudah membalikkan telapak tangan.
.
Namun apakah kenyataan selalu begitu? Tidak. Malah kalau boleh dikatakan, harapan tadi hanyalah ilusi tanpa batas. Karena jangankan untuk menerapkan segala petuah yang di dapat dalam ruangan seminar, nyatanya daya ingat kita semakin menurun seiring berlalunya waktu. Dan lucunya bila kita ditanya tentang isi seminar tersebut pada bulan berikutnya, sering kali kita berujar, ”Apa ya……..? Sudah lupa tuh…………”.
Jujur, sayapun sering mengalami kondisi ini pada awalnya, termasuk rekan-rekan saya. Dan saya yakin Andapun pernah mengalaminya juga. Kalau begitu, di manakah salahnya?
Disadari atau tidak, banyak pesan yang disampaikan oleh pembicara memiliki respon yang berbeda di objek audiensnya. Jika kita terbakar hanya karena topik yang dibawakan atau disebabkan hanya rasa simpati besar kita kepada pembicaranya, atau terhanyut oleh suasana, apalagi sekedar ikut-ikutan teman, maka semangat dan keyakinan diri yang diterima akan semu sifatnya, yang lambat-laun akan terkikis.
Seyogyanya ketertarikan dan manfaat akan hal tersebut dirasakan di dalam diri, dan dirasakan dengan hati, bukan hanya dalam logika layaknya baju luar yang kita pakai selama ini. Kemampuan untuk mengintegrasikan apa yang kita pelajari ke dalam pikiran bawah sadar, tanpa menimbulkan konflik diri harus ditingkatkan. Akan lebih efektif lagi bila ada komitmen diri untuk mengaplikasikan semua ilmu yang didapat.
Makanya tidaklah salah kalau untuk menjadi pribadi sukses, salah satu motivator sukses Indonesia, Andrias Harefa, memperkenalkan istilah “pembelajar “. Beliau menawarkan konsep jiwa pembelajar kepada kita. Menurutnya, Manusia Pembelajar adalah setiap insan yang bersedia menerima tanggung jawab untuk melakukan dua hal penting, yaitu:
Pertama, : Berusaha mengenali hakikat, potensi, dan bakat terbaiknya dirinya dengan selalu berusaha mencari jawaban yang lebih baik tentang beberapa pertanyaan eksistensial seperti: siapakah Aku ini? Darimana Aku datang? Kemana Aku akan pergi? Apa yang menjadi tanggung jawabku dalam hidup ini? Kepada siapa Aku percaya?
Kedua: Berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan segenap potensinya, mengekspresikan, dan menyatakan dirinya sepenuh-penuhnya, seutuh-utuhnya dengan cara menjadi dirinya sendiri dan menolak untuk dibanding-bandingkan dengan sesuatu yang bukan dirinya.
Bahkan orang super kaya dari Indiapun, Mr.Mukesh Ambani berpendapat bahwa: “ketika Kita dibiarkan melakukan apa yang Kita inginkan, kita akan menemukan potensi sejati Kita“.
Pada awal perjalanan untuk belajar berwiraswasta, saya melakoninya dengan sebuah proses yang tidak begitu rumit. Saya hanya menyambut ajakan lima orang rekan untuk membuka sebuah rumah makan dengan sistim patungan. Karena belum punya pengalaman berwiraswasta sebelumnya, keputusan saya ambil tanpa banyak analisa. Syukurnya bisnis tersebut bisa jalan dengan dengan lancar bahkan semakin baik, walaupun akhirnya usaha itu menjadi milik kami berdua karena partner kami yang lain memutuskan untuk berkonsentrasi kepada bisnis keluarga mereka.
Yang menarik untuk diceritakan adalah jauh hari sebelumnya. Pada suatu sore saya sempat ngobrol dengan seorang karib tentang cara berbisnis. Dari sekian isi pembicaraan kami, saya teringat teman saya berujar, ”Kalau kita buka bisnis nanti, maka usaha tersebut seharusnya yang idenya fresh dan tidak ada saingan“. Benar, soalnya payah juga seperti yang kita lihat selama ini, setiap ada usaha baru yang sukses, pasti tak berselang akan muncul orang lain yang mengikuti usaha tersebut.
Dua tahun kemudian, sebuah acara mempertemukan kami, dan ternyata kondisi teman saya tidak berubah karena Dia masih setia dengan paham lamanya. Sebaliknya saya merasa bersyukur karena sudah take action duluan. Kami berbicara banyak tentang kondisi terakhir kami masing-masing. Dan karena merasa masih ada ganjalan di hati teman saya, dia pun mengundang saya untuk makan siang melanjutkan obrolan yang tanggung tersebut.
Satu pertanyaan diajukan kepada saya, “Mengapa saya belum menemukan ide bisnis yang bagus dan orisinil?” Akhirnya saya menjawab, “Ya teman. Bagaimana mungkin kamu bisa menciptakan usaha yang tanpa saingan atau murni ide sendiri, sementara kamu sendiri belum pernah mengunjungi pulau lain, apalagi negara orang lain. Terus ide dari mana?”
“Terus bisnis apa yang bagus saat ini?“ tanya dia lagi.
“Bisnis yang bagus adalah bisnis yang langsung dibuka dan dijalani.” jawabku.
“Tapi modal saya belum siap,“ tegas Dia lagi.
Sesungguhnya modal utama yang sangat diperlukan untuk memulai adalah semangat dan keberanian untuk mengambil resiko. Para mentor kami sering menyarankan agar kami menambahkan keberanian untuk mengambil keputusan dengan menggunakan otak kanan. Entrepreneur adalah seseorang yang menyukai perubahan, menerapkan inovasi dan temuan baru yang membedakan dirinya dengan orang lain, serta menciptakan nilai tambah dan memberi manfaat bagi dirinya dan orang lain. Semangat dan karya yang dihasilkan entrepreneur adalah berkelanjutan, bukan ledakan sesaat.
Kita bisa memulai sebuah usaha yang hanya membutuhkan modal kecil. Hitung-hitung sebagai pembelajaran dan kalau ada modal. Kalau tidak, kita bisa menggunakan jurus guru saya yaitu BODOL (Bisnis Optimis Duit Orang Lain), maksudnya kita bisa meminjam dari nenek, ipar, mertua, atau siapa saja.
Bila tidak memiliki ide bisnis yang akan dibuka, maka gunakan jurus berikutnya: BOIOL (Bisnis Optimis Ide Orang Lain). Selain itu, juga ada ada jurus BOTOL (Bisnis Optimis Tenaga Orang Lain) kalau belum punya karyawan atau BOKOL (Bisnis Optimis Kantor Orang Lain), dan seterusnya.
Untuk memperkecil resiko kegagalan, maka sebelum membuka usaha ada baiknya mempertimbangkan dua pertanyaan berikut, yaitu:
1. Dengan cara apa atau bagaimana usaha tersebut nantinya mendapatkan uang?
2. Dengan cara bagaimana menggunakan uang yang telah diperoleh tersebut ?
Permasalahan akan selalu ada. Tidak hanya di awal usaha, tapi juga pada saat usaha sedang berjalan. Masalah bisa berupa persoalan manajemen usaha, manajement keuangan, permasalahan SDM, pengembangan usaha, dan lainnya. Diperlukan sebuah formula agar usaha tetap eksis oleh persaingan, kondisi, dan waktu. Harapannya tentu saja usaha ini nanti bisa diwariskan ke anak cucu. Ini memang tidak gampang sehingga ada pemeo yang mengatakan, “generasi pertama membangun, generasi kedua menikmati, generasi ketiga menghancurkan.“
Permasalahan klasik yang menimpa perusahaan yang sukses dan berumur adalah munculnya sifat egoisme aristocracy, merasa diri hebat tanpa tandingan, cepat berpuas diri atau jenuh hingga merasa tidak perlu berinovasi lagi. Sementara perubahan zaman memaksa kita untuk beradaptasi. Sebab kalau tidak, tak heran perusahaan akan berada dalam titik deklinasi dan pasti akan jatuh.
Dalam kondisi seperti ini, dibutuhkan seseorang pemimpin yang berjiwa entrepreneur yang mampu membangun dan menyebarkan semangat kewirausahaan dalam budaya perusahaanya. Lihat saja perusahaan Stora (Swedia) yang sudah berumur 700 tahun lebih, atau Sumitomo berumur 400 tahun. Sedangkan di Indonesia, ada sederet nama seperti Astra, Kompas Gramedia, serta Konimex yang diyakini mampu mengikuti sukses mereka.
Seseorang yang bersemangat entrepreneur sejati akan mampu mengilhami bawahan. Dia bagaikani sebuah besi sembrani yang mampu menyebarkan aura positif, sehingga di tangannyalah perusahaan terus berkembang. Jiwa seorang entrepreneur akan lebih mapan lagi bila dilandasi dengan semangat jiwa pembelajar.
Teman saya manggut-manggut penuh semangat seakan setuju dengan pemaparan saya.
Pada pertengahan perjalanan kami menuju kota Denpasar, tanpa sengaja di sepanjang jalan By pass Kuta, saya melihat teman saya tadi duduk depan di sebuah ruko. Karena sudah lama, tiga tahun, tidak pernah bertemu, tanpa pikir panjang saya putar haluan untuk menghampirinya. Ternyata ruko tersebut adalah miliknya sendiri yang dibangun 2,5 tahun lalu. Sayangnya semenjak dibuka hingga saat ini belum pernah ada usaha di tempat tersebut. Setelah saya tanya mengapa, Dia katakan, “ruko ini sebenarnya saya bikin sendiri untuk berwiraswasta, namun tak kunjung terwujud karena saya takut kalau usaha saya nanti gagal.”
Knowing is nothing … Applying what you know is every thing. (Bruce Lee)
Keberanian & Kesederhanaan
Sahabat, saya yakin setiap orangg mempunyai peluang dan potensi untuk meraih apa yang menjadi cita-citanya. Asal dia benar-benar berNIAT untuk itu,Percaya bahwa segala sesuatu adalah MUNGKIN bisa terjadi, Mencari Ilmu dan metode yg tepat, Bertindak dengan tepat sesuai dg Ilmu yg tepat, sadar resiko (bahwa kesuksesan itu ada harganya), dan yang terakhir adalah Ikhlas (berserah diri & bersandar kepada Tuhan). ► NIAT, IMAN, ILMU, AMAL, IKHLAS ► SUKSES
Sahabat, Pujangga Inggris yang terkenal, Shakespeare, pernah bilang: "Pengecut mati berkali-kali sebelum mati beneran, sementara jagoan cuma mati sekali" (terjemahan bebas dari cowards die many times before their deaths; The valiant never taste of death but once). Tapi kalo Benyamin Sueb alias Bang Ben bilang,"Kagak ada matinye!" he..he..he...
Kesederhanaan merupakan salah satu spirit yang menjiwai kehidupan. Namun kesederhanaan harus dimaknai dengan benar dan proporsional. Sederhana berarti wajar (al ma’ruf) dan sesuai kebutuhan, bukan berarti melarat atau miskin dan serba kekurangan.
Mengapa jiwa sederhana? Karena dibalik jiwa ini terdapat jiwa besar, jiwa berani menghadapi kesulitan hidup, siap berkorban dan berjuang dengan segala resikonya, pantang menyerah, dinamis dan kreatif, mampu hidup dalam segala situasi dan kondisi.
Kebalikan jiwa sederhana adalah jiwa yang selalu dalam kemewahan dan kemudahan mereka akan mudah patah semangat saat kekurangan, tidak berani mengambil resiko dalam perjuangan, enggan berkorban bahkan maunya dilayani dan dicukupi. Mengutip pendapat K.H.Imam Zarkasyi mengatakan “ jangan menjadi manusia cengeng, yang suka mengeluh dan sedikit-sedikit mati. Makan tidak enak, mengeluh mati aku, bekerja berat sedikit, mengeluh mati aku, manusia cengeng seperti ini berapa kali mati setiap hari...???”.
Sejarah membuktikan bahwa pemimpin besar di masyarakat adalah mereka yang masa mudanya ditempa dengan kebiasaan survive, bekerja keras, prihatin dan sederhana. Kehidupan yang seperti ini yang membentuk kepribadian tegar, pantang menyerah dan terus optimis berjuang.
Salam Pemberani
Ya Jabbar ya Qohar Ya Qowiyyu Ya Matin...
wassalamu'alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh...
Rasulullah bersabda :
Tiap muslim wajib bersodaqoh.
Para sahabat bertanya, “Bagaimana kalau dia tidak memiliki sesuatu?”
Nabi Saw menjawab, “Bekerja dengan ketrampilan tangannya untuk kemanfaatan bagi dirinya lalu bersodaqoh.”
Mereka bertanya lagi."Bagaimana kalau dia tidak mampu? ”
Nabi menjawab: “Menolong orang yang membutuhkan yang sedang teraniaya”
Mereka bertanya: “Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?”
Nabi menjawab: “Menyuruh berbuat ma’ruf (Kebajikan).”
Mereka bertanya: “Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?”
Nabi Saw menjawab, “Mencegah diri dari berbuat kejahatan itulah sodaqoh.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Anda tidak perlu menunggu sampai Anda kaya untuk bisa memberi sesuatu kepada oranng lain. Memberi tidak harus dalam bentuk uang. Jika Anda tidak punya uang, Anda bisa member dalam bentuk waktu, pikiran, ide dan masih banyak yang lain. “Untuk menjadi sukses, tidak ada cara yang lebih baik daripada membantu orang lain untuk menjadi sukses."
Jadilah malaikat, jangan jadi ‘tuyul’
Tahukah Anda makhluk yang disebut ‘tuyul’?
Tuyul adalah makhluk yang konon wujudnya seprti seorang anak kecil dengan kepala gundul yang pekerjaannya adalah mencuri uang. Saya menggunakan istilah ‘tuyul’ untuk menggambarkan sosok orang yang selalu berpikir “Apa yang bisa saya dapatkan dari orang lain?” Selalu berpikir tentang diri sendiri dan selalu berpikir apa yang bisa diambil dari orang lain.
Malaikat adalah istilah yang saya gunakan untuk menggambarkan sosok orang yang selalu berpikir memberi, memberi dan memberi. Dia tidak berpikir apa yang bisa dia dapatkan dari orang lain melainkan apa yang bisa dia berikan kepada orang lain.
Rasulullah bersabda :
"Barangsiapa ingin doanya terkabul dan dibebaskan dari kesulitannya hendaklah dia mengatasi (menyelesaikan) kesulitan orang lain." (HR. Ahmad)
"Turunkanlah (datangkanlah) rezekimu (dari Allah) dengan mengeluarkan sodaqoh." (HR. Al-Baihaqi)
"Allah mengkhususkan pemberian kenikmatanNya kepada kaum-kaum tertentu untuk kemaslahatan umat manusia. Apabila mereka membelanjakannya (menggunakannya) untuk kepentingan manusia maka Allah akan melestarikannya namun bila tidak, maka Allah akan mencabut kenikmatan itu dan menyerahkannya kepada orang lain." (HR. Ath-Thabrani dan Abu Dawud)
Ciri Orang Sukses adalah selalu :Semangat Pembelajar dan Entrepreneurship
- Open Mind,
- Open Heart, dan
- Open hands.
- serta mempunyai spirit belajar yg sangat tinggi....
Oleh: Putu Adnyana
[www.pembelajar.com]
Para pakar dan peneliti perilaku manusia menyatakan bahwa 77% dari apa yang kita pikirkan bersifat negatif, kontraproduktif, dan melawan diri kita sendiri. Akibatnya banyak penyakit yang diderita oleh manusia berasal dari kondisi pikiran negatif.
Menjadi pribadi sukses merupakan dambaan setiap manusia, meskipun tidak setiap orang mampu mewujudkannya. Salah satu perjuangan secara intelektual untuk meraihnya adalah dengan mengikuti seminar, membaca buku-buku dahsyat, mendengarkan kaset/CD, menonton DVD, hingga mencari mentor pribadi. Saat ini tidak sedikit program-program seminar yang ditawarkan tentang bagaimana cara cepat meraih kesuksesan dengan menyajikan topik- topik seperti pengembangan pribadi, pengelolaan keuangan, rahasia agar tahan banting menghadapi segala macam krisis yang terjadi belakangan ini sehingga mampu eksis menghadapi ancaman yang ada, bahkan cerdik menangkap peluang bila perlu. Tema-tema tersebut sangat menggugah karena berupaya menawakarkan angin perubahan kualitas hidup seusai mengikutinya. Apalagi narasumbernya adalah tokoh yang karismatik dan pebisnis sukses di bidangnya.
Tayangan video serta ilustrasi musik yang pas membuat isi tema semakin menarik. Saking mantapnya, kita dibuat begitu yakin bahwa setelah keluar dari ruangan seminar, apa yang menjadi obsesi kita selama ini, target penjualan yang sebelumnya terasa bagai bumi dan langit menjadi semudah membalikkan telapak tangan.
.
Namun apakah kenyataan selalu begitu? Tidak. Malah kalau boleh dikatakan, harapan tadi hanyalah ilusi tanpa batas. Karena jangankan untuk menerapkan segala petuah yang di dapat dalam ruangan seminar, nyatanya daya ingat kita semakin menurun seiring berlalunya waktu. Dan lucunya bila kita ditanya tentang isi seminar tersebut pada bulan berikutnya, sering kali kita berujar, ”Apa ya……..? Sudah lupa tuh…………”.
Jujur, sayapun sering mengalami kondisi ini pada awalnya, termasuk rekan-rekan saya. Dan saya yakin Andapun pernah mengalaminya juga. Kalau begitu, di manakah salahnya?
Disadari atau tidak, banyak pesan yang disampaikan oleh pembicara memiliki respon yang berbeda di objek audiensnya. Jika kita terbakar hanya karena topik yang dibawakan atau disebabkan hanya rasa simpati besar kita kepada pembicaranya, atau terhanyut oleh suasana, apalagi sekedar ikut-ikutan teman, maka semangat dan keyakinan diri yang diterima akan semu sifatnya, yang lambat-laun akan terkikis.
Seyogyanya ketertarikan dan manfaat akan hal tersebut dirasakan di dalam diri, dan dirasakan dengan hati, bukan hanya dalam logika layaknya baju luar yang kita pakai selama ini. Kemampuan untuk mengintegrasikan apa yang kita pelajari ke dalam pikiran bawah sadar, tanpa menimbulkan konflik diri harus ditingkatkan. Akan lebih efektif lagi bila ada komitmen diri untuk mengaplikasikan semua ilmu yang didapat.
Makanya tidaklah salah kalau untuk menjadi pribadi sukses, salah satu motivator sukses Indonesia, Andrias Harefa, memperkenalkan istilah “pembelajar “. Beliau menawarkan konsep jiwa pembelajar kepada kita. Menurutnya, Manusia Pembelajar adalah setiap insan yang bersedia menerima tanggung jawab untuk melakukan dua hal penting, yaitu:
Pertama, : Berusaha mengenali hakikat, potensi, dan bakat terbaiknya dirinya dengan selalu berusaha mencari jawaban yang lebih baik tentang beberapa pertanyaan eksistensial seperti: siapakah Aku ini? Darimana Aku datang? Kemana Aku akan pergi? Apa yang menjadi tanggung jawabku dalam hidup ini? Kepada siapa Aku percaya?
Kedua: Berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan segenap potensinya, mengekspresikan, dan menyatakan dirinya sepenuh-penuhnya, seutuh-utuhnya dengan cara menjadi dirinya sendiri dan menolak untuk dibanding-bandingkan dengan sesuatu yang bukan dirinya.
Bahkan orang super kaya dari Indiapun, Mr.Mukesh Ambani berpendapat bahwa: “ketika Kita dibiarkan melakukan apa yang Kita inginkan, kita akan menemukan potensi sejati Kita“.
Pada awal perjalanan untuk belajar berwiraswasta, saya melakoninya dengan sebuah proses yang tidak begitu rumit. Saya hanya menyambut ajakan lima orang rekan untuk membuka sebuah rumah makan dengan sistim patungan. Karena belum punya pengalaman berwiraswasta sebelumnya, keputusan saya ambil tanpa banyak analisa. Syukurnya bisnis tersebut bisa jalan dengan dengan lancar bahkan semakin baik, walaupun akhirnya usaha itu menjadi milik kami berdua karena partner kami yang lain memutuskan untuk berkonsentrasi kepada bisnis keluarga mereka.
Yang menarik untuk diceritakan adalah jauh hari sebelumnya. Pada suatu sore saya sempat ngobrol dengan seorang karib tentang cara berbisnis. Dari sekian isi pembicaraan kami, saya teringat teman saya berujar, ”Kalau kita buka bisnis nanti, maka usaha tersebut seharusnya yang idenya fresh dan tidak ada saingan“. Benar, soalnya payah juga seperti yang kita lihat selama ini, setiap ada usaha baru yang sukses, pasti tak berselang akan muncul orang lain yang mengikuti usaha tersebut.
Dua tahun kemudian, sebuah acara mempertemukan kami, dan ternyata kondisi teman saya tidak berubah karena Dia masih setia dengan paham lamanya. Sebaliknya saya merasa bersyukur karena sudah take action duluan. Kami berbicara banyak tentang kondisi terakhir kami masing-masing. Dan karena merasa masih ada ganjalan di hati teman saya, dia pun mengundang saya untuk makan siang melanjutkan obrolan yang tanggung tersebut.
Satu pertanyaan diajukan kepada saya, “Mengapa saya belum menemukan ide bisnis yang bagus dan orisinil?” Akhirnya saya menjawab, “Ya teman. Bagaimana mungkin kamu bisa menciptakan usaha yang tanpa saingan atau murni ide sendiri, sementara kamu sendiri belum pernah mengunjungi pulau lain, apalagi negara orang lain. Terus ide dari mana?”
“Terus bisnis apa yang bagus saat ini?“ tanya dia lagi.
“Bisnis yang bagus adalah bisnis yang langsung dibuka dan dijalani.” jawabku.
“Tapi modal saya belum siap,“ tegas Dia lagi.
Sesungguhnya modal utama yang sangat diperlukan untuk memulai adalah semangat dan keberanian untuk mengambil resiko. Para mentor kami sering menyarankan agar kami menambahkan keberanian untuk mengambil keputusan dengan menggunakan otak kanan. Entrepreneur adalah seseorang yang menyukai perubahan, menerapkan inovasi dan temuan baru yang membedakan dirinya dengan orang lain, serta menciptakan nilai tambah dan memberi manfaat bagi dirinya dan orang lain. Semangat dan karya yang dihasilkan entrepreneur adalah berkelanjutan, bukan ledakan sesaat.
Kita bisa memulai sebuah usaha yang hanya membutuhkan modal kecil. Hitung-hitung sebagai pembelajaran dan kalau ada modal. Kalau tidak, kita bisa menggunakan jurus guru saya yaitu BODOL (Bisnis Optimis Duit Orang Lain), maksudnya kita bisa meminjam dari nenek, ipar, mertua, atau siapa saja.
Bila tidak memiliki ide bisnis yang akan dibuka, maka gunakan jurus berikutnya: BOIOL (Bisnis Optimis Ide Orang Lain). Selain itu, juga ada ada jurus BOTOL (Bisnis Optimis Tenaga Orang Lain) kalau belum punya karyawan atau BOKOL (Bisnis Optimis Kantor Orang Lain), dan seterusnya.
Untuk memperkecil resiko kegagalan, maka sebelum membuka usaha ada baiknya mempertimbangkan dua pertanyaan berikut, yaitu:
1. Dengan cara apa atau bagaimana usaha tersebut nantinya mendapatkan uang?
2. Dengan cara bagaimana menggunakan uang yang telah diperoleh tersebut ?
Permasalahan akan selalu ada. Tidak hanya di awal usaha, tapi juga pada saat usaha sedang berjalan. Masalah bisa berupa persoalan manajemen usaha, manajement keuangan, permasalahan SDM, pengembangan usaha, dan lainnya. Diperlukan sebuah formula agar usaha tetap eksis oleh persaingan, kondisi, dan waktu. Harapannya tentu saja usaha ini nanti bisa diwariskan ke anak cucu. Ini memang tidak gampang sehingga ada pemeo yang mengatakan, “generasi pertama membangun, generasi kedua menikmati, generasi ketiga menghancurkan.“
Permasalahan klasik yang menimpa perusahaan yang sukses dan berumur adalah munculnya sifat egoisme aristocracy, merasa diri hebat tanpa tandingan, cepat berpuas diri atau jenuh hingga merasa tidak perlu berinovasi lagi. Sementara perubahan zaman memaksa kita untuk beradaptasi. Sebab kalau tidak, tak heran perusahaan akan berada dalam titik deklinasi dan pasti akan jatuh.
Dalam kondisi seperti ini, dibutuhkan seseorang pemimpin yang berjiwa entrepreneur yang mampu membangun dan menyebarkan semangat kewirausahaan dalam budaya perusahaanya. Lihat saja perusahaan Stora (Swedia) yang sudah berumur 700 tahun lebih, atau Sumitomo berumur 400 tahun. Sedangkan di Indonesia, ada sederet nama seperti Astra, Kompas Gramedia, serta Konimex yang diyakini mampu mengikuti sukses mereka.
Seseorang yang bersemangat entrepreneur sejati akan mampu mengilhami bawahan. Dia bagaikani sebuah besi sembrani yang mampu menyebarkan aura positif, sehingga di tangannyalah perusahaan terus berkembang. Jiwa seorang entrepreneur akan lebih mapan lagi bila dilandasi dengan semangat jiwa pembelajar.
Teman saya manggut-manggut penuh semangat seakan setuju dengan pemaparan saya.
Pada pertengahan perjalanan kami menuju kota Denpasar, tanpa sengaja di sepanjang jalan By pass Kuta, saya melihat teman saya tadi duduk depan di sebuah ruko. Karena sudah lama, tiga tahun, tidak pernah bertemu, tanpa pikir panjang saya putar haluan untuk menghampirinya. Ternyata ruko tersebut adalah miliknya sendiri yang dibangun 2,5 tahun lalu. Sayangnya semenjak dibuka hingga saat ini belum pernah ada usaha di tempat tersebut. Setelah saya tanya mengapa, Dia katakan, “ruko ini sebenarnya saya bikin sendiri untuk berwiraswasta, namun tak kunjung terwujud karena saya takut kalau usaha saya nanti gagal.”
Knowing is nothing … Applying what you know is every thing. (Bruce Lee)
Keberanian & Kesederhanaan
Sahabat, saya yakin setiap orangg mempunyai peluang dan potensi untuk meraih apa yang menjadi cita-citanya. Asal dia benar-benar berNIAT untuk itu,Percaya bahwa segala sesuatu adalah MUNGKIN bisa terjadi, Mencari Ilmu dan metode yg tepat, Bertindak dengan tepat sesuai dg Ilmu yg tepat, sadar resiko (bahwa kesuksesan itu ada harganya), dan yang terakhir adalah Ikhlas (berserah diri & bersandar kepada Tuhan). ► NIAT, IMAN, ILMU, AMAL, IKHLAS ► SUKSES
Sahabat, Pujangga Inggris yang terkenal, Shakespeare, pernah bilang: "Pengecut mati berkali-kali sebelum mati beneran, sementara jagoan cuma mati sekali" (terjemahan bebas dari cowards die many times before their deaths; The valiant never taste of death but once). Tapi kalo Benyamin Sueb alias Bang Ben bilang,"Kagak ada matinye!" he..he..he...
Kesederhanaan merupakan salah satu spirit yang menjiwai kehidupan. Namun kesederhanaan harus dimaknai dengan benar dan proporsional. Sederhana berarti wajar (al ma’ruf) dan sesuai kebutuhan, bukan berarti melarat atau miskin dan serba kekurangan.
Mengapa jiwa sederhana? Karena dibalik jiwa ini terdapat jiwa besar, jiwa berani menghadapi kesulitan hidup, siap berkorban dan berjuang dengan segala resikonya, pantang menyerah, dinamis dan kreatif, mampu hidup dalam segala situasi dan kondisi.
Kebalikan jiwa sederhana adalah jiwa yang selalu dalam kemewahan dan kemudahan mereka akan mudah patah semangat saat kekurangan, tidak berani mengambil resiko dalam perjuangan, enggan berkorban bahkan maunya dilayani dan dicukupi. Mengutip pendapat K.H.Imam Zarkasyi mengatakan “ jangan menjadi manusia cengeng, yang suka mengeluh dan sedikit-sedikit mati. Makan tidak enak, mengeluh mati aku, bekerja berat sedikit, mengeluh mati aku, manusia cengeng seperti ini berapa kali mati setiap hari...???”.
Sejarah membuktikan bahwa pemimpin besar di masyarakat adalah mereka yang masa mudanya ditempa dengan kebiasaan survive, bekerja keras, prihatin dan sederhana. Kehidupan yang seperti ini yang membentuk kepribadian tegar, pantang menyerah dan terus optimis berjuang.
Salam Pemberani
Ya Jabbar ya Qohar Ya Qowiyyu Ya Matin...
wassalamu'alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh...
Rumus Sukses : Give & Learn
Reviewed by Edi Sugianto
on
15.42
Rating:
Tidak ada komentar: