Telur Busuk Bukanlah Manusia

Assalamu'alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh....

Sahabat, ada sebuah pepatah. Bagaikan buah dalam sebuah pohon yang berbuah lebat, pasti ada satu dua yang busuk dan dimakan ulat. Bagaikan telur yang dierami induknya, biasanya juga ada satu dua yang busuk. Demikian juga membina murid dalam sebuah perguruan ataupun pesantren, biasanya ada satu dua murid yang gagal dan tidak lulus. Ada murid teladan, dan ada murid bergajulan.

Tiada Gading Yang tak retak, dan Tiada Manusia yang sempurna. Dan tiada sebuah ilmu yang terbaik, karena ilmu dan pengetahuan akan terus berkembang sesuai dengan zaman. Dan akan selalu ada sebuah cara yang lebih baik dari cara dan ilmu yang sudah ada dalam melakukan sesuatu.

Sahabat, sebagai manusia maka jadikanlah diri kita bersikap layaknya manusia. Manusia bukanlah benda mati ataupun telur yang busuk, yang tidak bisa berubah. Bila telur busuk, kemana-mana pasti menebarkan aroma yang busuk.

Namun manusia tidaklah seharusnya begitu, manusia adalah makhluk mulia yang dibekali dengan hati nurani dan akal. Maka manusia dapat belajar dari kesalahan dan kegagalannya untuk kemudian bertafakkur dan bermuhasabah [evaluasi dan introspeksi diri]. Sehingga langkahnya ke depan akan dapat diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya sehingga keberhasilan dan kesuksesan akan mudah untuk diraiih.

Allah berfirman ;
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” QS. asy syam 91: 7-10

Sungguh, malang jiwa yang membelakangi bagai mana ia diciptakan, bagaimana seharusnya ia melewati dan mencapai penyempurnaannya. Jiwa yang disamarkan oleh nafsu fatamorgana, dan terhanyut oleh tipu daya dunia, yang gemerlapnya hanya sebuah pentas sementara. Jiwa yang terkunci oleh keinginan nafsu akan kemegahan, cinta semu, obsesi demi menjadi pusat dimana ia di elu-elukan dan menikmati kepuasan manakala ia mampu menciptakan keterpukauan manusia-manusia disekelilingnya.

Seharusnya dia menjadi kebanggaan dari penciptaannya, bukan hanya sebatas lakon yang harus dimainkan agar jiwa-jiwa yang lain dapat menarik pelajaran, apatah lagi jika hanya sebagai batu ujian bagi hamba-hamba Allah yang lain.

Sebagaimana fitrah kemanusiaannya, jiwa memiliki batasannya, ia bagaikan tanaman yang bergantung pada bagaimana akarnya mampu menyerap saripati dari tanah dan sinar matahari sebagai sumber hidupnya yang menyuburkan dan memberi manfaat bagi sekelilingnya. Jika saripati tanah itu tercemar, maka akar tanaman itu akan menyebar racun keseluruh pori-pori tubuhnya, hingga manfaatnya tak lagi serupa dengan tujuan awal penciptaannya. Demikianlah sifat jiwa, yang bergantung pada apa yang mengendalikannya yaitu, akal, hati nurani, panca indra, dan nafsu manusia, dimana Allah telah menjadikan empat potensi tersebut sebagai penyempurnaan awalnya. Beruntunglah bagi manusia yang menjadikan potensi itu sebagai media mensucikan jiwanya hingga sampai pada penyempurnaan utuhnya, yaitu INSAN KAMIL.

Seorang khalifatullah adalah manusia yang dimampukan oleh Allah untuk menyerap cahaya Allah  dan memantulkannya pada sekeliling dirinya. Semakin bersih dan suci jiwa seseorang, maka semakin beninglah cermin hatinya, sehingga Cahaya Allah dapat terserap dan terpantul secara optimal dan maksimal.

sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk”, [QS. al-Lail (92) : 4 - 12]

Sungguh mulia, bagi jiwa yang telah sampai pada tugas penyempurnaannya, melalui hidup dimana ujian memainkan jiwa manusia melaui cinta, harapan, obsesi, kekaguman, keinginana, dan dikali lain kesedihan, ketakutan, kelaparan, kebencian, kedengkian, ketidak puasan menjadi bagian pelengkap bagai mana jiwa dihadapkan kepada ujiannya.

Jiwa menjadi sempurna, ketika ia mampu menjadikan potensi yang diberikan oleh Allah untuk menyerap cahaya petunjuk yang secara verbal (Alqur’an), maupun melalui gerak dan bentuknya ( dari langit dan bumi, serta apa yang ada diantaranya dan apa yang ada pada dirinya sendiri). Bagaikan bulan purnama yang menyerap sinar matahari memberikan keindahan di antara gelap malam yang bersekat-sekat menyembunyikan gerak hidup manusia. Dan jiwa semakin mendekati sempurnanya, manakala ia mampu menjadikan setiap objek disekitarnya sebagai wejangan hidup yang terus berganti konteksnya.

Sebagai apapun peran setiap manusia, jiwa yang bersih akan membawanya pada nilai hakiki sebagai makhluk yang dimuliakan berkat perjuangnnya melebihi makhluk-makhluk Allah lainnya. Maka ketika setiap jiwa telah sampai pada batas perannya, ketika hari penghisaban sampai pada waktunya, dimana semua yang menjadi bagian dari tempat jiwa bersemayam menjadi saksi tanpa mampu dicegah, maka bertemulah jiwa dengan takdirnya.

Jiwa yang suci, yang telah dibersihkan oleh kesabaran, kerendahan hati akan pengakuan terhadap Allah yang menjadi sumber segala penciptaan, masuk dan bersemayam abadi dalam kemuliaan dan keagungan Alam Surgawi, serta terpenuhilah segala apa yang di inginkan oleh manusia dengan sifatnya.

Seorang muslim yang mu’min, mengikuti keimanannya dengan rasa syukur dan kepuasan tiada terperi. Duka dan peluh selama hidup telah tunai oleh Rahimnya Allah yang tak diberi batas, jiwa yang bersemayan dalam adn, tempat dimana segala keinginan telah ada sebelum sempat terfikirkan.

"Salamun 'Alaikum bima Shabartum"
Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu.

Wassalamu'alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh....
Telur Busuk Bukanlah Manusia Telur Busuk Bukanlah Manusia Reviewed by Edi Sugianto on 14.45 Rating: 5

Tidak ada komentar:


kelas Gendam Online
Diberdayakan oleh Blogger.